penanasionalnews.org Sidoarjo, Jawa Timur — Tim SAR gabungan bersama para pakar struktur bangunan memastikan bahwa gedung tiga lantai termasuk musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, mengalami gagal konstruksi total.
Hasil analisis yang dilakukan tim ahli menunjukkan bahwa seluruh elemen penyangga utama bangunan kolaps sepenuhnya, sehingga tidak ada bagian struktur yang mampu lagi menopang beban di atasnya.
Salah satu anggota tim penanganan bencana menyampaikan kepada awak media bahwa seluruh sistem penyangga bangunan, mulai dari kolom, balok, hingga pelat lantai, mengalami kehancuran menyeluruh. “Semua penopang sudah tidak berfungsi. Ini tergolong kegagalan struktur total,” ujarnya di Posko SAR Gabungan Sidoarjo, Rabu (1/10).
Karena kondisi tersebut, area reruntuhan sangat labil dan berisiko mengalami runtuhan susulan. Proses evakuasi pun dilakukan dengan penuh kehati-hatian untuk menjaga keselamatan korban maupun tim penyelamat.
Tim penyelamat menggambarkan pola keruntuhan ini menyerupai “spider web” atau jaring laba-laba, di mana setiap getaran kecil dapat memicu pergerakan di bagian lain bangunan. “Sedikit intervensi bisa membuat struktur lain ikut bergerak. Semua titik saling terhubung,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu pakar struktur bangunan dari perguruan tinggi teknik di Surabaya mengonfirmasi bahwa tingkat kerusakan menunjukkan pola “pancake collapse”, yakni runtuhnya lantai ke lantai secara bertumpuk. “Kerusakannya masif, mencakup semua elemen utama bangunan,” tuturnya.
Dari hasil observasi, diketahui ada empat lapis lantai yang runtuh hingga membentuk tumpukan berat di bagian tengah. Kondisi ini membuat tim penyelamat kesulitan menjangkau para korban yang tertimbun.
Lebih lanjut, para ahli juga menemukan bahwa struktur bangunan tersebut saling terhubung dengan gedung di sekelilingnya. Hal ini menambah risiko karena bagian yang runtuh dapat memengaruhi stabilitas gedung lainnya.
“Beberapa bagian kolom ternyata tersambung dengan gedung di sebelah, jadi kami harus hati-hati agar bangunan sekitar tidak ikut roboh,” ujar salah satu teknisi di lapangan.
Tim pakar kini tengah melakukan langkah-langkah pengamanan tambahan agar saat pengangkatan puing dilakukan, tidak terjadi getaran berlebihan yang dapat memicu keruntuhan lanjutan.
Selain itu, hasil pengamatan menunjukkan arah pusat keruntuhan bangunan condong ke sisi kiri, dengan posisi beban utama menekan bagian tengah lantai dasar. Kondisi ini menutup akses masuk bagi tim penyelamat untuk menjangkau ruangan di sisi lain.
Karena jalur utama tertutup sepenuhnya, tim evakuasi hanya dapat menggunakan alat bantu seperti kamera fleksibel dan deteksi suara untuk mencari tanda-tanda kehidupan di antara celah sempit reruntuhan.
Pakar konstruksi juga menemukan kejanggalan pada bentuk kolom utama yang justru membentuk lengkungan menyerupai huruf U, bukan patahan sebagaimana mestinya pada bangunan standar. Fenomena ini menunjukkan bahwa elastisitas material terlalu tinggi, menandakan kualitas struktur tidak sesuai spesifikasi teknis yang aman.
“Seharusnya bila gagal, struktur patah, bukan melengkung. Ini bukti ada persoalan pada mutu material dan metode pembangunannya,” ujar seorang ahli struktur kepada awak media.
Akibat bentuk lengkungan tersebut, muncul celah-celah sempit di antara tumpukan beton yang menyulitkan pencarian korban.
Diketahui, bangunan tiga lantai termasuk musala yang diperuntukkan bagi santri putra tersebut runtuh pada Senin (29/9) sore. Saat kejadian, ratusan santri tengah melaksanakan salat berjemaah.
Data sementara dari tim penyelamat menyebutkan, sedikitnya 102 orang menjadi korban, dengan tiga di antaranya meninggal dunia dan puluhan lainnya masih dalam proses pencarian.
Peristiwa ini memunculkan sorotan tajam terhadap pengawasan teknis dalam pembangunan gedung pendidikan dan keagamaan. Pemerintah daerah bersama tim ahli kini tengah menelusuri penyebab utama kegagalan struktur tersebut untuk mencegah insiden serupa terjadi di masa mendatang.
(Red.EH)
0 Komentar